Jumat, 26 November 2010

Cerita Sebuah Potret dan Telepon Genggam, Joke Introduction

Cerita Sebuah Potret

1.

Seperti cuaca di koran kota, ia tak ingin menjadi potret. "Kabar belum berubah, ada yang terus menjerit di perut saya." Ia mengelana; menyusuri potret buram dirinya.

2.

Di lain waktu potret pernah singgah dalam tidurnya; Di sebuah potret ia suka bertandang di sana. "Kau seperti rumah, meski luka, kau tak henti bercanda."


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjO5oQ5QejmSIDjYo287X3SqQyS-aT8jYByiiXjSmCxSZnwW9OSJVI40UXCEWPQZaB9Oru0C51PmAJVrhBPUDuCwYP6HsjnD2RfDMyqP9CjWqWtq_HIGFkNdFHeGGK20NADKCsXml3ol7E/s400/Album+Foto+Tua+Bandung+1940-1950-daniel_2.JPG


Cerita Sebuah Telepon Genggam

Suatu malam banyak telpon menginap dalam tidurnya.
"Siapa ya?"
"Bukan siapa-siapa. Sekedar perihmu. Saban malam tak henti menjerit rindu. 

Pernah juga di malam yang ringkuk ia tak lagi bersekutu dengan waktu. Di luar hujan menyeringai pilu. "Mana telpon saya? Akhir-akhir ini SMS sudah jarang mengirim luka."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar