Suara Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR Chairuman Harahap
tiba-tiba meninggi. Ia kembali membantah isu yang menyebut rombongan
kunjungan kerja BK DPR saat transit ke Turki minta disuguhi tarian khas
Turki, tari perut, saat singgah di negeri itu.
“Itu fitnah. Tak mungkin kami menonton tarian itu,” kata
Chairuman Harahap saat memberikan penjelasan kepada wartawan di Gedung
DPR, Senin 22 November 2010, kemarin.
Menurut politisi dari Fraksi Golkar ini, tidak ada anggota BK
DPR yang menyaksikan sajian tari perut saat singgah di Turki. Apalagi,
kalau melihat dari komposisi rombongan, isu tari perut itu sangat tidak
relevan. “Coba kita lihat, siapa saja anggota yang ke sana itu?
Profesor, bawa istrinya, ulama, para senior. Apakah masih mau tari
perut? ” tegas dia. Chairuman yang termasuk salah satu dari delapan
delegasi BK DPR, menjelaskan kunjungan kerja ini terkait tugas badan itu
menyempurnakan tata tertib dan kode etik anggota dewan. Kunjungan
kerja BK DPR berlangsung sejak tanggal 23 sampai 29 Oktober lalu.
Namun, pada tanggal 27 Oktober, delapan orang pergi ke Turki dengan
alasan transit.
Masyarakat mempersoalkan kunjungan kerja tersebut. Apalagi
keberangkatan BK DPR di setelah bencana banjir bandang di Wasior, Papua
Barat, 4 Oktober. Setelah itu, bencana datang bertubi silih berganti.
Kini, kritik semakin kencang setelah bertambah isu adanya penyajian
tari perut saat rombongan transit di Turki.
Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengadukan anggota
Badan Kehormatan (BK) DPR yang melakukan kunjungan kerja ke Yunani dan
transit di Turki. Pengaduan sudah disampaikan kepada Badan Kehormatan.
Organisasi yang turut mengadukan itu antara lain, Lima, Perludem
(Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi), Konsorsium Reformasi Hukum
Nasional (KRHN), dan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR).
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti
mengakui aduan itu termasuk isu tari perut. “Iya, salah satunya soal
itu,” kata Ray dalam pesan singkat kepada VIVAnews.com.
Gayus Lumbuun, Ketua Badan Kehormatan, yang menerima laporan
sembilan LSM itu mengatakan, mengusut delapan anggota itu tak bisa
dilakukan BK sendiri. Politisi asal PDI Perjuangan ini menekankan bahwa
pemeriksaan mesti mendapat dukungan dari pimpinan DPR dan fraksi di
DPR. Sebab dengan delapan orang yang mesti diperiksa, maka praktis sisa
anggota BK yang tidak terlibat hanya tinggal 3 orang.
“Tetapi dalam Tata Tertib pasal 33 ayat 4, menyebutkan
pimpinan DPR dapat meminta fraksi untuk menon-aktfkan sementara untuk
anggota yang diadukan masyarakat,” kata Gayus. “Oleh karena itu, kalau
dua pihak, pimpinan DPR dan fraksi ini memberi ruang bagi pemeriksaan
ini, BK akan segera mengusut ini,” katanya di gedung parlemen, Senayan,
Jakarta, Kamis 18 November 2010.
Gayus menyatakan dirinya sepakat bahwa DPR harus mulai
melakukan pembenahan. Dan sejak awal, Gayus menyatakan tidak mendukung
kunjungan ke Yunani itu. “BK itu tidak mempersoalkan aturan atau etika,
tapi menjalankan aturan yang sudah ditetapkan dan diputuskan DPR
berdasarkan rumusan pansus sebelumnya,” kata Gayus menyebut alasan
mengapa tak perlu kunjungan “studi etika” itu. Gayus juga mempersoalkan
delapan anggota BK DPR yang “bolos” karena pulang lebih awal.
Dijadwalkan, anggota dewan selesai kunjungan kerja di Yunani 29
Oktober. Namun, tanggal 27 Oktober sudah meninggalkan Yunani menuju ke
Turki.
“Itu namanya desersi,” kata Gayus.
Delapan delegasi BK DPR yang ke luar negeri yakni Nudirman
Munir (Golkar), Salim Mengga (Demokrat), Darizal Basir (Demokrat),
Chairuman Harahap (Golkar), Anshori Siregar (PKS), Abdul Rosaq (PAN),
Usman Ja’far (PPP), dan Ali Maschan Moesa (PKB) diperiksa. Ketua BK,
Gayus Lumbuun, menyatakan dirinya tidak ikut. Juga M Nurdin yang
merupakan anggota BK. Keduanya dari Fraksi PDIP.
Chairuman melansir tidak menutup kemungkinan isu ini berangkat
dari kemelut internal BK DPR yang sudah berlangsung lama. Padahal,
perjalanan kunjungan kerja ke Yunani untuk studi banding etika itu
merupakan keputusan resmi. “Ya, saya melihat ini bagian dari kemelut,
karena orang tidak terbiasa demokratis. Selalu otoriter,” ujar dia.
Chairuman mengakui kunjungan kerja itu sempat molor karena pertemuan di
Turki yang berlangsung dua jam lebih lama dari jadwal.
“Itu namanya di
lapangan. Tapi dengan perubahan itu, kami tiba di Istanbul hampir jam
11,” ujarnya. Maka itu, rombongan mau tidak mau transit di Turki karena
sudah tidak ada penerbangan lagi. “Yang penting adalah kami tidak
melakukan apapun yang menyalahi ketentuan dari moralitas kita,” tegas
Chairuman.
Bantahan juga disampaikan delegasi dari Fraksi PAN yang turut dalam rombongan, Abdul Rosaq Rais. “Kami hanya dijamu tarian penari yang memakai baju kurung dan celana panjang. Itu saat kami makan malam mau pergi ke Turki,” ujar Abdul Rosaq Rais, dalam konferensi pers di gedung DPR, Senin 22 November 2010.
Bantahan serupa
dilontarkan delegasi dari Fraksi PKS, Anshori Siregar. Tidak ada
atraksi tari perut, yang ada hanya tarian berbaju kurung. “Pakai
jilbab. Masya Allah fitnah itu. Kami orang tua dibilang nonton tari
perut,” sesal Anshori. Penolakan kunjungan kerja ini sebenarnya sudah
berlangsung sejak awal. Pengamat politik dari Center for Strategic and
International Studies (CSIS), J Kristiadi menyayangkan kepergian Badan
Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (BK DPR) ke Yunani. Menurut dia,
kepergian BK DPR yang bertujuan mempelajari kode etik itu justru
merendahkan martabat bangsa. “Menurut saya mereka menghina diri
sendiri, karena sebenarnya kita juga memiliki nilai-nilai luhur,” kata J
Kristiadi di Jakarta, Minggu 24 Oktober 2010 lalu.
Chairuman membantah keras kunjungan kerja itu saat negeri ini
sedang dilanda bencana. Malah, kata dia, rombongan sudah berada di
Tanah Air saat bencana datang bertubi-tubi. “Perginya saat bencana atau
tidak?” tegas politisi dari Fraksi Golkar ini. “Ketika bencana
beruntun, kami sudah pulang,” kata Chairuman.Bencana besar pertama
terjadi di Wasior, Papua Barat, sebelum rombongan ini pelesir ke Yunani
dan singgah di Turki. Kota Wasior di Kabupaten Teluk Wondama, Papua
lumpuh total pasca dihantam banjir bandang, Senin 4 Oktober 2010.
Bencana
kedua terjadi di tengah rombongan sedang melakukan tugas kunjungan
kerja. Gempa berkekuatan 7,2 Skala Richter mengguncang Mentawai,
Sumatera Barat, pada 25 Oktober lalu, pukul 21.42 WIB. Pusat gempa
terjadi di kedalaman 10 kilometer dan memicu tsunami mematikan. Bencana
ketiga, terjadi masih di saat rombongan berada dalam tugas studi
banding soal etika. Gunung Merapi meletus pertama pada Selasa 26
Oktober 2010 pukul 17.02 WIB. “Ketika bencana beruntun, kami sudah
pulang,” kata Chairuman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar