Desakan
agar Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Nurdin
Halid mundur semakin santer setelah Indonesia gagal menjuarai Piala AFF
2010. Bahkan, muncul petisi dalam jaringan (online) agar Nurdin
mundur. Situs www.nurdinturun.co.cc/index.php# muncul sejak 30 Desember
2010. Dalam halaman depan tertulis pertanyaan: “Setujukan Anda NURDIN
HALID CS keluar dari kepengurusan PSSI?” Hingga berita diturunkan,
jumlah pemberi petisi tersebut mencapai 4.086.
Untuk
ikut petisi tersebut, pengakses harus memasukkan surat elektronik,
nama, dan kota. Dengan demikian, pengelola berharap satu orang hanya
mengisi satu petisi sekali saja. Meski tuntutan agar mundur semakin
deras, Nurdin berkeras melawan. “Saya tegaskan sekali lagi saya tidak
akan pernah mundur,” kata Nurdin usai pertandingan laga final Piala AFF
antara Indonesia melawan Malaysia, Rabu (29/12).
Lantas
apa untungnya menjadi Ketua Umum PSSI. Mantan Ketua Bidang Organisasi
PSSI Tondo Widodo pun punya komentar. “Ketua Umum PSSI itu jabatan
gengsi,” ujar Tondo ketika dihubungi, Senin (3/1). Tondo menilai
jabatan Ketua Umum PSSI menjanjikan sebuah masa depan yang cerah.
Sebab, sepak bola merupakan olahraga yang paling diminati di Indonesia.
Sehingga, kata Tondo, orang-orang yang menjadi Ketua Umum PSSI bakal
mendapat nama harum di mata masyarakat jika mereka sukses di PSSI.
Tondo
menganggap apa yang terjadi pada Nurdin juga tidak jauh berbeda. Tondo
melihat ada indikasi jabatan ketua umum PSSI menjadi batu loncatan
bagi karier politik Nurdin. “Itu ingin dia pakai sebagai investasi
politik,” tegas Tondo. Nurdin sendiri mengatakan: “Justru orang-orang
yang menuduh saya politis itu punya kepentingan politik.”
Selain
itu, lanjut Tondo, PSSI sebenarnya menjanjikan keuntungan ekonomi.
“Karena sponsornya begitu besar,” ujar Tondo. Menurut Deputi Sekretaris
Jenderal PSSI Bidang Keuangan dan Akuntansi PSSI Achsanul Qosasih,
PSSI menuai laba sekitar Rp 7-10 miliar. Namun, Achsanul belum bisa
memastikan jumlahnya karena perhitungan resminya belum ia terima.
Menurut
politikus Partai Demokrat tersebut, PSSI menerima sekitar Rp 10 miliar
dari Piala AFF bulan lalu. Sebelumnya, Ketua Panitia Lokal Piala AFF
Joko Driyono mengatakan dari hasil penjualan tiket dari Piala AFF, PSSI
mendapat laba mencapai Rp 20 miliar. Namun, menurut Achsanul, dana
tersebut belum dikurangi bonus pemain dan lain-lain.
PSSI
selama ini juga mendapat pemasukan melalui sponsor Liga Super
Indonesia. Perusahaan Djarum sebagai sponsor Liga Super Indonesia
mengucurkan Rp 37,5 miliar. Jumlah tersebut meningkat dari Liga Super
Indonesia sebelumnya yang mencapai Rp 35 miliar. Nilai sponsor itu belum
termasuk sponsor dari koran Top Skor dan PT Mitra Adiperkasa.
Selain
itu, PSSI mendapat pemasukan dari subsidi Federasi Sepak Bola
Internasional Indonesia (FIFA) senilai Rp 2,3 miliar untuk satu tahun.
Setiap tahun, PSSI juga mendapat dana segar dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara sebesar Rp 20 miliar setiap tahun. PSSI juga meraup
pendapatan dari klub karena pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan para
pemain di Liga Super Indonesia.
Meski
terus mendapat kucuran dana yang cukup, prestasi tim nasional
Indonesia di masa kepemimpinan Nurdin tidak juga bersinar. Sejak Nurdin
menjadi Ketua Umum PSSI tahun 2003, sepak bola Indonesia paceklik
prestasi. Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia tidak pernah menjadi juara
terutama di SEA Games dan Piala AFF yang sebelumnya bernama Piala
Tiger.
Prestasi
buruk tim nasional tersebut tidak lantas membuat Nurdin legowo untuk
mundur. Berbeda halnya dengan Ketua Umum PSSI 1982-1983 Sjarnoebi Said.
Sjarnoebi dengan ksatria mengundurkan diri meski masa jabatannya masih
tersisa dua tahun karena tim nasional Indonesia gagal di Pra-Olimpiade
pada 1983.
Hal
serupa dilakukan Ketua Umum PSSI 1991-1999 Azwar Anas. Azwar
meletakkan jabatannya pada September 1998 setelah tim Garuda gagal masuk
final di Piala Tiger (sekarang Piala AFF) 1998. Sementara, Ketua Umum
PSSI 1999-2003 Agum Gumelar menolak dicalonkan lagi menjadi Ketua Umum
PSSI pada 2003.
sumber ruanghati.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar