Perihal hubungan
seksual (bercinta), Rasulullah SAW memberi petunjuk yang sangat
sempurna, beralas etika dan estetika Rabbaniyah (ketuhanan). Bercinta
tidak saja untuk menyehatkan jiwa, namun juga memberi kepuasan serta
kenikmatan jiwa. Pitutur Rasulullah SAW tentang bercinta (senggama)
adalah nasehat paripurna, utamanya demi menjaga kesehatan tubuh,
mental, dan spiritual, berikut mewujudkan tujuan bersenggama itu
sendiri. Diantara tujuan hubungan seksual menurut ajaran Islam ialah:
1.
Melahirkan dan menjaga kelangsungan keturunan. Dengan kelahiran
putra-putri buah senggama, nantinya diharapkan akan lahir generasi
penerus bagi keluarga dan kommunitas serta kesinambungan suatu bangsa;
2.
Mengeluarkan air (sperma) berdampak positif bagi tubuh. Sebab apabila
iar sperma dibiarkan mengendap di dalm tubuh tanpa disalurkan ke ladang
tempat bercocok tanam (fitrah penyaluran), akan berdampak buruk bagi
tubuh maupun mental seseorang;
3.
Media untuk menyalurkan hajat, guna merengkuh kenikmatan surga duniawi.
Bedanya, bersenggama di dunia bisa melahirkan anak, sedang di surga
keabadian tidak akan membuahkan anak, semua itu harus dilakukan dengan
cara yang benar dan baik, sesuai dengan etika dan estetika, serta
aturan luhur yang selaras dengan nilai-niilai ajaran Islam.
Etika Sebelum Bercinta
Ajaran Islam mengajarkan etika senggama, yang harus dipahami setiap Muslim. Ada banyak ayat al-Quaran dan Sunnah Nabi yang menuturkan masalah etika bercinta ini. Karenanya, sebelum bercinta, setiap Muslim harus memperhatikan etika (adab) dan prasyarat bersenggama sebagai berikut:
Ajaran Islam mengajarkan etika senggama, yang harus dipahami setiap Muslim. Ada banyak ayat al-Quaran dan Sunnah Nabi yang menuturkan masalah etika bercinta ini. Karenanya, sebelum bercinta, setiap Muslim harus memperhatikan etika (adab) dan prasyarat bersenggama sebagai berikut:
Pertama, Tidak Menolak Ajakan Bercinta.
Secara tabiat maupun fitrah, para lelaki lebih agresif, tidak memiliki
energi kesabaran, serta kurang bisa menahan diri dalam urusan making
love ini. Sebaliknya, para wanita cenderung bersikap pasif, pemalu, dan
kuat menahan diri. Oleh sebab itu, diharuskan bagi wanita menerima dan
mematuhi ajakan suami untuk bercinta. Dalam sebuah hadis dituturkan, Rasulullah
SAW bersabda: Jika seorang istri dipanggil oleh suaminya karena hajat
biologisnya, maka hendaknya segera datang, meski dirinya sedang sibuk
(HR Turmudzi). Ajaran Islam tidak membenarkan perilaku para istri
yang menolak ajakan suami mereka untuk bercinta. Dalam sebuah hadis
riwayat Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda: Allah melaknat wanita
yang menunda-nunda, yaitu seorang istri ketika diajak suaminya ke tempat
tidur, tetapi ia berkata, ‘nanti dulu’, sehingga suaminya tidur
sendirian (HR Khatib). Dalam hadis lain dituturkan: Jika suami
mengajak tidur istrinya, lalu sang istri menolak, yang menyebabkan sang
suami marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat istri tersebut
sampai pagi tiba (HR Bukhari dan Muslim).
Kedua, Bersih dan Suci.
Haid adalah penyakit bulanan yang tidak suci, wanita yang sedang haid
berarti tidak suci. Karenanya, para suami yang istri mereka sedang
mengalami datang bulan dilarang mensetubuhinya selama waktu haid.
Manakala darah haid sudah berhenti, maka wajib bagi wanita membersihkan
tubuhnya dengan air. Kemudian mengambil ‘secuil’ kapas atau kain, lalu
melumurinya dengan kasturi atau bahan pewangi lainnya yang beraroma
semerbak menawan, kemudian membilas bagian tubuh yang terlumuri darah
saat haid, sehingga tidak ada lagi bau tak sedap pada tubuh sang
wanita. Dalam sebuah riwayat dari Aisyah Ra dituturkan, suatu hari,
ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang cara
bersuci (membersihkan diri) sehabis datang bulan. Rasulullah SAW
bertutur kepada wanita tersebut: Ambillah bahan pewangi dari kasturi.
Bersihkan dirimu dengannya. Wanita itu bertanya: Bagaimana caraku
membersihkan tubuh? Rasulullah SAW menjawab: Bersihkan tubuhmu dari
noda haid. Wanita itu bertanya lagi: Bagaimana caranya? Rasulullah SAW
menjawab: Subhanallah, bersihkan dirimu! Aisyah Ra melanjutkan
penuturannya: Aku lantas membisiki wanita itu, ‘Bilas tubuhmu yang
terlumuri darah haidmu dengan pewangi kasturi’ (HR Bukhari).
Allah Azza
wa Jalla juga menyatakan di dalam firman-Nya, bahwa syarat untuk
melakukan hubungan badan ialah harus dalam kondisi suci. Kesucian tubuh
dari ‘penyakit’ haid adalah demi mewujudkan seks sehat, sebagaimana
firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah. Haid itu
adalah kotoran (penyakit). Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan
diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS. al-Baqarah/2: 222).
Rasulullah
SAW juga mengingatkan kepada para suami, agar tidak menyetubuhi istri
mereka dalam keadaan nifas dan haid. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW
bersabda: Barang siapa yang bersenggama dengan wanita yang sedang haid,
atau menyetubuhi wanita dari dubur (lubang anus)-nya, atau mendatangi
paranormal (ahli tenung), dan mempercayai ramalannya, Maka sejatinya ia
telah kufur (ingkar) dengan apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad
SAW (HR Abu Daud). Dalam riwayat lain dituturkan, Rasulullah SAW
bersabda: Datangilah istrimu dari arah depan atau dari arah belakang,
tetapi awas (jangan menyetubuhi) pada dubur dan (jangan pula) dalam
keadaan haid (HR Akhmad dan Tirmidzi). Lain daripada itu, selain harus
suci – tidak haid dan nifas – pasangan Muslim harus bersih-bersih diri
sebelum bercinta, agar tubuh mereka bersih dan percintaan yang
dilakukan sehat.
Ketiga, Bercinta Sesuai Aturan Syariat.
Salah satu tujuan making love (bercinta) adalah untuk melahirkan
keturunan. Dan proses kelahiran hanya terjadi manakala terjadi
pembuahan sperma laki-laki dan perempuan dalam rahim. Karenanya,
bercinta harus dilakukan dengan cara yang benar, yatitu melalui tempat
yang semustinya, bukan melalui anus (dubur) maupun lisan (oral sex)
– sebagaimana yang jamak dilakukan orang-orang yang memiliki kelainan
seksual, serta orang yang tidak paham niali-nilai agama. Lain daripada
itu, bersenggama tidak sesuai aturan sama halnya menafikan kehormatan
wanita yang disetubuhinya. Dan cara seperti itu mustahil bisa
melahirkan keturunan. Ajaran Islam memberi syarat, bahwa senggama
harus ditempatkan pada tempat yang semustinya, yaitu vagina wanita,
bukan melalui anus (dubur) atau mulut wanita (seks oral). Sebab percintaan yang dilampiaskan pada tempat selain vagina, mustahil dapat membuahkan keturunan. Oleh sebab itu,
Allah Azza wa Jalla berfirman: Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah
tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki (QS. al-Baqarah/2:
223).
Keempat, Berhias Diri.
Diantara syarat bercinta ialah masing-masing pasangan – suami istri –
harus berhias diri untuk menyenangkan dan menggairahkan percintaan yang
hendak dilakukan. Diantara cara berhias diri dalam bercinta adalah:
1.
Mambagusi bagian tubuh, yang merupakan lima organ fitrah, sebagaimana
dituturkan Rasulullah SAW: Lima hal yang termasuk fitrah (sesuci),
yakni mencukur kumis, mencukur bulu ketiak, memotong kuku, mencukur
bulu kemaluan, dan khitan.
2.
Menggunakan wewangian, yang paling utama adalah kasturi. Dalam sebuah
riwayat dituturkan, bahwa tatkala seorang sahabat yang memberitahu
Rasulullah SAW tentang adanya seorang wanita yang memerciki cincinnya
dengan kasturi, Rasulullah SAW bersabda: Kasturi adalah sebaik-baik
wewangian.
3. Memakai celak, dan jenis celak terbaik ialah yang terbuat dari bahan itsmid. Abdullah bin Abbas meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda: Sesungguhnya sebaik-baik celak kalian adalah yang
terbuat dari bahan itsmid. Ia dapat menajamkan penglihatan, serta
menumbuhkan rambut. Al-Qur’an juga mengisyaratkan anjuran berhias diri
bagi kaum wanita, sebagaimana firman-Nya: Orang-orang yang meninggal
dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para
isteri itu) menangguhkan dirinya (ber-’iddah) empat bulan sepuluh hari.
Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para
wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang
patut. (QS. al-Baqarah/2: 234) Sayyid Qutub dalam tafsirnya
menjelaskan, bahwa redaksi al-Qur’an membiarkan mereka berbuat terhadap
diri mereka menurut yang patut adalah bukti otentik, dibolehkannya
bagi kaum wanita untuk berhias diri, hal mana yang demikian itu
dilakukan dengan tujuan agar datang lelaki meminangnya.
Kelima, Berdoa.
Diantara etika seks dalam Islam ialah membaca doa sebelum melakukan
persetubuhan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas
dituturkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Jika salah seorang
diantara kalian hendak mencampuri istrinya, maka hendaknya sebelum
senggama membaca doa: Bismillah, Allahumma jannibnaa asy-syaithan, wa
jannib asy-syaithana ma ruziqnaa (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah
jauhkanlah kami dari Setan. Dan jauhkan setan dari apa-apa yang Engkau
karuniakan kepada kami (anak keturunan). Dengan memanjatkan doa,
diharapkan anak yang lahir dari buah percintaan tidak goyah diperdaya
setan, akan tetapi serta selalu dekat kepada Allah.
Keenam, Mencari tempat bercinta yang nyaman dan merahasiakan apa yang terjadi diantara suami istri pada waktu bercinta.
Diantara syarat bercinta dalam Islam ialah mencari tempat yang nyaman
dan merahasiakan apa yang terjadi pada saat bercinta, baik istri maupun
suami, tidak diperkenankan menceritakan ‘geliat’ percintaan yang dilakukannya kepada orang lain.
Dalam sebuah hadis riwayat Abu Said Khudri, ia menuturkan, Rasulullah
SAW bersabda: Selazimnya bagi kaum lelaki diantara kalian yang hendak
memenuhi hajat biologisnya, mencari tempat yang nayaman, jauh dari
hiruk pikuk keluarganya, dan menutup pintu rapat-rapat, serta
mengenakan sehelai kain, barulah bercinta (bersetubuh). Kemudian
apabila telah selesai bercinta, hendaknya tidak menceritakan hubungan
badannya kepada orang lain. Selazimnya bagi kaum wanita diantara
kalian, yang hendak memenuhi hajat biologis, mencari tempat yang
nyaman, menutup pintu rapat-rapat, dan mengenakan sehelai kain untuk
menutup tubuhnya. Dan jika selesai memuaskan dahaga cinta, hendaknya
tidak menceritakan hubungan intimnya kepada yang lain. Salah seorang
wanita berujar: Demi Allah, wahai utusan Allah, kebanyakan daripada
kaum wanita menceritakan apa yang mereka alami saat senggama kepada
yang lain, serta jamak melakukan percintaan di tempat terbuka. Rasulullah
SAW berkata tegas. Janganlah kalian melakukan hal seperti itu –
menceritakan sesuatu saat senggama dan bersetubuh di tempat terbuka,
serta bertelanjang bulat. Sebab perbuatan seperti itu, sama persisnya
dengan perbuatan setan pria bertemu dengan setan wanita di tengah
jalan, lalu bersetubuh di tempat terbuka, setelah setan pria selesai
melampiaskan dahaga seksnya, lantas meninggalkan si wanita begitu saja. Rasulullah SAW juga meyerukan untuk mengenakan kain saat bercinta, sebagaimana sabdanya: Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla adalah maha lembut, maha malu, maha menutup diri.
Dia mencintai rasa malu dan menutup aurat. Menutup aurat, tidak saja
dalam ‘laku’ kehidupan di ruang publik, tetapi juga saat bercinta.
Ketujuh, Tidak bercinta saat melakukan iktikaf atau sedang dalam kondisi berihram.
Orang yang sedang menjalankan iktikaf di masjid tidak boleh
bersenggama, demikian pula orang yang sedang berihram, juga tidak boleh
bercampur dengan pasangannya, sebagaimana diwartakan al-Qur’an:
Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.
Itulah larangan Allah, maka jangnlah kamu mendekatinya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya
mereka bertakwa (QS. al-Baqarah/2: 187). Usman bin Affan meriwayatkan,
bahwasanya Rasulullah SAW bertutur: Orang yang sedang melaksanakan
ibadah Ihram tidak boleh bersenggama, maupun menikah atau melamar (HR
Muslim). Dalam riwayat Turmudzi disebut dengan redaksi: Saat berihram dilarang bersetubuh.
Kedelapan, tidak bercinta dengan istri yang sedang datang bulan (haid).
Ajaran Islam melarang pasangan suami istri bercinta saat sang istri
sedang datang bulan. Sebab haid adalah penyakit, dikhawatirkan bayi
yang lahir dari buah senggama pada kondisi seperti itu akan tidak
sempurna (cacat). Allah menjelaskan dalam al-Qur’an: Mereka bertanya
kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan
janganlah kamu mendekati mereke, sebelum mereka suci. Apabila mereka
telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan
meyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS. al-Baqarah/2: 222).
Ajaran Islam juga melarang suami menggauli istrinya ketika dalam
keadaan nifas – usai melahirkan. Alasannya jelas, bahwa bercinta dalam
ajaran Islam adalah termasuk laku ibadah, karenanya harus dilakukan
pada waktu kondisi baik.
Kesembilan, memperhatikan kondisi fisik.
Waktu yang paling tepat untuk melakukan hubungan badan adalah saat
kondisi fisik dalam keadaan fit (segar bugar), yakni pencernaan makanan
lancar, tensi tubuh seimbang antara panas dan dingin, kondisi perut
tidak kenyang dan tidak lapar. Sebab bersenggama dalam keadaan tubuh
tidak fit, pencernaan makanan tidak lancar, tensi tubuh terlalu panas
maupun terlalu dingin, perut terlalu lapar maupun kenyang, akan membuat
hububgan badan kehilangan maknanya, dan tidak bisa dinikmati bahkan
melahirkan madharat (mara bahaya). Bersenggama dalam keadaan perut
lapar lebih berbahaya ketimbang perut dalam keadaan kenyang. Lain
daripada itu, tidak akan bisa merengkuhi nikmat senggama, lebih-lebih
memberi kepuasan seksual kepada pasangan hidup. Rasulullah SAW
bersabda: Jika seseorang diantara kamu bersenggama dengan istrinya,
hendaklah ia lakukan dengan penuh kesungguhan. Kemudian, kalau ia telah
menyelesaikan kebutuhannya sebelum istri mendapatkan kepuasan, maka
janganlah ia buru-buru mencabut (kemaluannya), sampai istrinya
menemukan kepuasan (HR Abdul Razaq).
sumber http://agyeeta.wordpress.com/2009/07/31/bercinta-seperti-rasulullah-bagian-i/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar