Blues dikenal sebagai sebuah aliran musik vokal dan instrumental yang
berasal dari Amerika Serikat (AS). Musik yang mulai berkembang pesat
pada abad ke-19 M itu muncul dari musik-musik spiritual dan pujian yang
biasa dilantunkan komunitas kulit hitam asal Afrika di AS. Musik yang
menerapkan blue note dan pola call and response itu diyakini publik AS
dipopulerkan oleh ‘Bapak Blues’–WC Handy (1873-1958).
Percayakah Anda bahwa musik Blues berakar dari tradisi kaum Muslim
Awalnya, publik di negeri Paman Sam pun tak meyakininya. Namun, seorang
penulis dan ilmuwan serta peneliti pada Schomburg Center for Research in
Black Culture di New York, Sylviane Diouf, berhasil meyakinkan publik
bahwa Blues memiliki relasi dengan tradisi masyarakat Muslim di Afrika
Barat.
Untuk membuktikan keterkaitan antara musik Blues Amerika dengan tradisi
kaum Muslim, Diouf memutar dua rekaman. Yang pertama diperdengarkannya
kepada publik yang hadir di sebuah ruangan Universitas Harvard itu
adalah lantunan adzan–panggilan bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah
shalat. Setelah itu, Diouf memutar Levee Camp Holler.
Rekaman kedua itu adalah lagu Blues lawas yang pertama kali muncul di
Delta Mississippi sekitar 100 tahun yang lalu. Levee Camp Holler
bukanlah lagu blues yang terbilang biasa. Lagu itu diciptakan oleh
komunitas kulit hitam Muslim asal Afrika Barat yang bekerja di Amerika
pasca-Perang Sipil.
Lirik lagu Levee Camp Holler yang diperdengarkan Diouf itu terdengar
seperti panggilan suara adzan–berisi tentang keagungan Tuhan. Seperti
halnya lantunan adzan, lagu itu menekankan kata-kata yang terdengar
bergetar. Menurut Diouf, langgam yang sengau antara lagu Blues Levee Cam
Holler yang mirip adzan juga merupakan bukti adanya pertautan antara
keduanya.
Publik yang hadir di ruangan itu pun takjub dengan kebenaran bukti yang
diungkapkan Diouf. “Tepuk tangan pun bergemuruh, sebab hubungan antara
musik Blues Amerika dengan tradisi Muslim jelas-jelas terbukti,” papar
Diouf. “Mereka berkata, ‘Wow, benar-benar terdengar sama. Blues ternyata
benar berakar dari sana (tradisi Islam)’.”
Jonathan Curiel dalam tulisannya bertajuk, Muslim Roots, US Blues,
mengungkapkan bahwa publik Amerika perlu berterima kasih kepada umat
Islam dari Afrika Barat yang tinggal di Amerika. Sekitar tahun 1600
hingga pertengahan 1800 M, banyak penduduk kulit hitam dari Afrika Barat
yang dibawa paksa ke Amerika dan dijadikan budak.
Menurut para sejarawan, sekitar 30 persen budak dari Afrika Barat yang
dipekerjakan secara paksa di Amerika itu adalah Muslim. “Meski oleh
tuannya dipaksa untuk menganut Kristen, namun banyak budak dari Afrika
itu tetap menjalankan agama Islam serta kebudayaan asalnya,” cetus
Curiel.
Mereka tetap melantunkan ayat-ayat Alquran setiap hari. Namun, sejarah
juga mencatat bahwa para pelaut Muslim dari Afrika Barat adalah yang
pertama kali menemukan benua Amerika sebelum Columbus. “Tak perlu
diragukan lagi, secara historis kaum Muslimin telah memberi pengaruh
dalam evolusi masyarakat Amerika beberapa abad sebelum Christopher
Columbus menemukannya,” tutur Fareed H Numan dalam American Muslim
History A Chronological Observation.
Curiel menambahkan, pengaruh lainnya yang diberikan komunitas kulit
hitam yang beragama Muslim di Amerika terhadap musik Blues adalah
alat-alat musik yang bisa mereka mainkan. Pada era perbudakan di
Amerika, orang kulit putih melarang mereka untuk menabuh drum, karena
khawatir akan menumbuhkan semangat perlawanan para budak.
Namun, penggunaan alat musik gesek yang biasa dimainkan umat Islam dari
Afrika masih diizinkan untuk dimainkan karena dianggap mirip biola. Guru
Besar Ethnomusikologi dari Universitas Mainz, Jerman, bernama Prof
Gehard Kubik mengatakan alat musik banjo Amerika juga berasal dari
Afrika.
Secara khusus, Prof Kubik menulis sebuah buku tentang relasi musik Blues
dengan peradaban Islam di Afrika Barat berjudul, Africa and the Blues,
yang diterbitkan University Press of Mississippi pada 1999. “Saya yakin
banyak penyanyi Blues saat ini yang tak menyadari bahwa pola musik
mereka meniru tradisi musik kaum Muslim di Arab” cetusnya.
Secara akademis Prof Kubik telah membuktikannya. “Gaya vokal kebanyakan
penyanyi Blues menggunakan melisma, intonasi bergelombang. Gaya vokal
seperti itu merupakan peninggalam masyarakat di Afrika Barat yang telah
melakukan kontak dengan dunia Islam sejak abad ke-7 dan 8 M,” paparnya.
Melisma menggunakan banyak nada dalam satu suku kata.
Sedangkan, intonasi bergelombang merupakan rentetan yang beralih dari
mayor ke skala minor dan kembali lagi. Hal itu sangat umum digunakan
saat kaum Muslim melantunkan adzan dan membaca Alquran. Dengan fakta
itu, papar Prof Kubik, para peneliti musik seharusnya mengakui bahwa
Blues berakar dari tradisi Islam yang berkembang di Afrika Barat.
Meski telah dibuktikan secara akademis, namun masih banyak pula yang tak
mengakui adanya pengaruh tradisi masyarakat Muslim Afrika dalam musik
Blues. “Non-Muslim sangat sulit untuk meyakini fakta itu, karena mereka
tak memiliki pengetahuan yang cukup tentang peradaban Islam dan musik
Islami,” ungkap Barry Danielian, seorang pemain terompet yang tampil
bersama Paul Simon, Natalie Cole, dan Tower of Power.
Suara lantunan adzan dan ayat-ayat Alquran yang biasa dilantunkan para
Muslim kulit hitam di Amerika mengandung musikalitas. “Dalam jamaah
saya, kata Danielian yang tinggal di Jersey City, New Jersey, ‘Ketika
kami berkumpul dan sang imam datang ada ratusan orang dan kami
melantunkan doa, pasti terdengar sangat musikal. Anda akan mendengar
musikal itu seperti orang Amerika menyebut Blues.’” Begitulah tradisi
Islam di AS telah melahirkan sebuah aliran musik bernama Blues
sumber http://makalah-artikel-online.blogspot.com/2009/05/sejarah-musik-blues.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar